Untuk
menegaskan hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha dalam rangka
tercapainya tujuan bersama yaitu kesejahteraan pekerja dan kemajuan perusahaan,
maka perlu dibuat suatu pedoman yang disusun dan disepakati oleh unsur pekerja
dan pengusaha. Pedoman ini dituangkan dalam sebuah perjanjian yang disebut
dengan Perjanjian kerja Bersama.
Dasar Hukum
Yang menjadi
dasar hukum penyususnan Perjanjian Kerja Bersama adalah Undang - undang
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diatur mulai dari pasal 115
sampai dengan 135 dan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan
dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian
Kerja Bersama.
Pengertian
Dalam Permenaker tersebut, pengertian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah adalah perjanjian yang merupakan
hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua
belah pihak.
Pihak Yang Terlibat Dalam Penyusunan
Berbeda dengan peraturan perusahaan yang penyusunannya murni oleh
pihak perusahaan, PKB harus melibatkan unsur serikat pekerja. Serikat
pekerja
dimaksud harus sudah tercatat di Dinas Ketenagakerjaan setempat dan
mempunyai anggota 50 % lebih dari seluruh Karyawan yang ada di
perusahaan. Dalam hal jumlah anggota serikat pekerja kurang dari 50%,
maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili
pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan PKB dengan pengusaha apabila serikat
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih dari 50%
(lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui
pemungutan suara.
Dalam hal suatu perusahaan terdapat lebih dari 1 serikat
pekerja/buruh maka serikat pekerja/serikat buruh yang berhak untuk mewakili
dalam perundingan adalah maksimal 3 serikat pekerja, yang masing-masing jumlah
anggotanya 10%.
Fungsi & Tujuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
PKB berfungsi sebagai sarana untuk memuat dan menuangkan kesepakatan
baru tentang syarat-syarat kerja yang didasari atas kesepakatan antara serikat
pekerja/buruh. Dengan adanya PKB, hal-hal yang tidak diatur dalam Undang – undang akan
menjadi normatif mengikat kedua belah pihak.
Tujuan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama adalah :
- Mempertegas dan memperjelas hak – hak dan kewajiban pekeja dan pengusaha
- Memperteguh dan menciptakan hubungan industrial yang harmonis dalam perusahaan
- Menetapkan secara bersama syarat – syarat kerja keadaan industrial yang harmonis dan atau hubungan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Manfaat Perjanjian Kerja Bersama
Manfaat dari Perjanjian Kerja Bersama antara lain :
- Baik pekerja maupun pengusaha akan lebih memahami tentang hak dan kewajiban masing – masing
- Mengurangi timbulnya perselisihan hubungan industrial atau hubungan ketenagakerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha
- Membantu ketenangan kerja pekerja serta mendorong semangat dan kegaitan bekerja yang lebih tekun dan rajin
- Pengusaha dapat menganggarkan biaya tenaga kerja (labour cost) yang perlu dicadangkan atau disesuaikan dengan masa berlakunya PKB.
Kerangka Perjanjian Kerja Bersama (PKB) biasanya terdiri dari hal-hal sebagai berikut :
- Mukadimah
- Umum
- Istilah – istilah
- Pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan
- Luasnya kesepakatan
- Kewajiban pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan
- Pengakuan, Jaminan dan Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh
- Pengakuan hak – hak pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh
- Jaminan bagi Serikat Pekerja/Buruh
- Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh
- Lembaga kerja sama bipartit
- Pendidikan dan penyuluhan hubungan industrial
- Hubungan Kerja
- Penerimaan pekerja baru
- Masa percobaan
- Surat keputusan pengangkatan
- Golongan dan jabatan pekerja
- Kesempatan berkarir
- Pendidikan dan pelatihan kerja
- Promosi, demosi, mutasi dan prosedurnya
- Penilaian prestasi kerja
- Tenaga kerja asing
- Waktu kerja, istilah kerja dan lembur
- Hari kerja
- Jam kerja, istirahat dan shift kerja
- Lembur
- Perhitungan upah lembur
- Pembebasan dari kewajiban bekerja
- Istirahat mingguan
- Hari libur resmi
- Cuti tahunan
- Cuti besar
- Cuti haid
- Cuti hamil
- Cuti sakit
- Ijin meninggalkan pekerjaan dengan upah
- Ijin meninggalkan pekerjaan tanpa upah
- Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
- Prinsip – prinsip K3
- Hygienis perusahaan dan kesehatan
- Pakaian kerja dan sepatu kerja
- Peralatan kerja
- Alat pelindung diri
- Panitia pembina keselamatan kesehatan kerja
- Pengupahan
- Pengertian upah
- Prinsip dasar dan sasaran
- Dasar penetapan upah
- Komponen upah
- Waktu pemberian upah
- Tunjangan-tunjangan
- Uang makan
- Uang transport
- Premi
- Bonus
- perjalanan dinas
- Tunjangan hari raya
- Tunjangan masa kerja
- Upah minimum
- Skala upah
- Penyesuaian upah
- Pengobatan dan perawatan Kesehatan
- Jaminan sosial
- Jaminan kecelakaan kerja
- Jaminan kematian
- Jaminan hari tua
- Dana pensiun
- Jaminan Pemelharaan Kesehatan
- Kesejahteraan
- Tata tertib kerja
- Kewajiban dasar pekerja
- Larangan – larangan
- Pelanggaran yang dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK)
- Sanksi atas pelanggaran tata tertib kerja
- Pemutusan hubungan kerja
- Penyelesaian keluh kesah pekerja
Tata cara
penyelesaian keluh kesah
- Pelaksanaan dan penutup
- Tanda tangan para pihak.
Tahapan-tahapan Penyusunan Perjanjian Kerja Bersama
1. Pengajuan Perundingan
Pengajuan perundingan PKB, lazimnya datang dari pihak
serikat pekerja/serikat buruh. Jika ada pengajuan perundingan PKB dari serikat
pekerja/serikat buruh, maka perushaan wajib untuk menanggapi pengajuan
tersebut. Pengajuan dimaksud biasanya diberikan secara tertulis.
Setelah
tanggapan diberikan oleh perusahaan, maka hal selanjutnya yang harus
dilakukan adalah perusahaan melakukan verifikasi keanggotaan serikat
pekerja/serikat buruh.Verifikasi bertujuan untuk memastikan keanggotaan
serikat pekerja/serikat buruh telah memenuhi ketentuan untuk ikut serta
dalam perundingan. Verifikasi sebaiknya dilakukan dengan melakukan
pengecekan kartu tanda anggota serikat pekerja/serikat buruh.
2. Menyepakati Tata Tertib Perundingan
Agar
perundingan berjalan dengan lancar maka perlu adanya suatu aturan yang
juga menjadi acuan jika pada perundingan terjadi deadlock. Aturan ini
dituangkan dalam Tata Tertib Perundingan.
Tata Tertib Perundingan yang sekurang - kurangnya memuat
:
- Tujuan pembuatan tata tertib;
- Susunan tim perundingan;
- Lamanya masa perundingan;
- Materi perundingan;
- Tempat perundingan;
- Tata cara perundingan;
- Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
- Sahnya perundingan;
- Biaya perundingan .
Biaya perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama
biasanya menjadi beban pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak.
Tata Tertib Perundingan sangat penting ditetapkan karena
hal ini menyangkut :
- Masalah hak dan kewajiban tim perundingan masing – masing pihak (khususnya mengenai dispensasi bagi tim perunding dari pihak serikat pekerja)
- Masalah legalitas tim perunding dari masing – masing pihak (khususnya menyangkut keabsahan status selaku tim perunding serta kewenangannya untuk mengambil keputusan)
- Masalah kewenangan tentang siapa pembuat keputusan (decision maker) dari masing – masing tim perunding
- Masalah tata cara pengesahan materi perundingan
- Jadwal/waktu perundingan
- Fasilitas bagi tim perunding selama perundingan berjalan.
3. Perundingan
Memasuki tahap
perundingan selama perundingan berjalan para pihak harus patuh pada tata
tertib perundingan yang telah disepakati sebelumnya. Selain itu para pihak juga
harus memahami tata cara dalam perundinan.
Adapun Tata Cara Perundingan antara lain :
- Baik tim perunding dari serikat pekerja maupun tim perunding dari perusahaan harus menetapkan seorang juru bicara
- Juru bicara dalam tim perundingan tidak harus ketua tim perundingan akan tetapi orang yang benar – benar dianggap mampu/menguasai etika perundingan
- Setiap materi/konsep PKB yang akan dibahas harus disampaikan oleh juru bicara tim perundingan
- Setiap materi/konsep yang akan dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah perundingan yang dilakukan oleh notulis
- Materi/konsep PKB yang telah dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah perundingan yang dilakukan oleh notulis
- Materi/konsep PKB yang belum disepakati dapat dipending/tunda untuk selanjutnya dibahas kembali setelah seluruh konsep PKB selesai dirundingkan
- Dalam hal ternyata ada materi/konsep yang tidak dapat disepakati maka dapat melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, antara lain :
- Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Kabupaten/Kota apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama hanya mencakup satu Kabupaten/Kota;
- Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Provinsi, apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu Kabupaten/Kota di satu Provinsi;
- Ditjen Pembina Hubungan Industrial pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu provinsi.
Setelah seluruh isi konsep PKB dirundingkan dan
disepakati maka isi konsep PKB tersebut disalin kembali berdasarkan yang telah
disepakati untuk selanjutnya dilakukan penanda tanganan secara keseluruhan oleh
kedua belah pihak. Penandatangan
PKB oleh serikat pekerja/buruh dilakukan oleh Ketua dan Sekretaris pengurus
serikat pekerja/buruh dan dari pihak perusahaan dilakukan oleh Presiden
direktur/Direktur utama perusahaan tersebut. Setelah
perjanjian kerja bersama disepakati dan ditandatangani oleh pengusaha dan wakil
pekerja dalam hal ini oleh pengurus serikat pekerja (minimal ketua dan
sekretaris) maka selanjutnya didaftarkan pada instansi pada instansi yang
bertangung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan maksud :
Setelah seluruh isi konsep PKB dirundingkan dan
disepakati maka isi konsep PKB tersebut disalin kembali berdasarkan yang telah
disepakati untuk selanjutnya dilakukan penanda tanganan secara keseluruhan oleh
kedua belah pihak. Penandatangan
PKB oleh serikat pekerja/buruh dilakukan oleh Ketua dan Sekretaris pengurus
serikat pekerja/buruh dan dari pihak perusahaan dilakukan oleh Presiden
direktur/Direktur utama perusahaan tersebut. Setelah
perjanjian kerja bersama disepakati dan ditandatangani oleh pengusaha dan wakil
pekerja dalam hal ini oleh pengurus serikat pekerja (minimal ketua dan
sekretaris) maka selanjutnya didaftarkan pada instansi pada instansi yang
bertangung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan maksud sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat –
syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan dan sebagai rujukan utama jika terjadi
perselisihan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama.
Daftar Pustaka :
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta,
2009.
B.Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif dan Operasional, Bumi Aksara, Jakarta, 2003.
Bahder Johan Nasution, Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja, Mandar Maju, Bandung, 2004.
G.Kartasapoetra dkk, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Cetakan Kedua, Bina Aksara, Jakarta, 1988.
Iftida Yasar, Menyusun Perjanjian Kerja Bersama, Menciptakan Hubungan Industrial yang Harmonis Pengusaha-Pekerja, PPM, Jakarta, 2010.
Iman Sjahputra Tunggal, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo, Jakarta, 2007.
Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan, Bima Grafika, Jakarta, 1985.
Sekretariat Jenderal MPR RI, Persandingan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta, 2002.
Yoga Anggoro (Ed.), 53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja (Untuk Karyawan dan Perusahaan), hukumonline.com dan Visi Media, Jakarta, 2009.
[2] Sekretariat Jenderal MPR RI, Persandingan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 48.
[3] B.Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif dan Operasional, Bumi Aksara, Jakarta, 2003, hlm. 3.
[4] Bahder Johan Nasution, Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja, Mandar Maju, Bandung, 2004, hlm. 21.
[5] G.Kartasapoetra dkk, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Cetakan Kedua, Bina Aksara, Jakarta, 1988, hlm. 13.
[6] Iman Sjahputra Tunggal, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo, Jakarta, 2007, hlm. 18.
[7] Ibid., hlm. 18.
[8] Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 45.
[9] Ibid., hlm. iv.
[10] Iftida Yasar, Menyusun Perjanjian Kerja Bersama, Menciptakan Hubungan Industrial yang Harmonis Pengusaha-Pekerja, PPM, Jakarta, 2010, hlm. 1.
[11] Yoga Anggoro (Ed.), 53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja (Untuk Karyawan dan Perusahaan), hukumonline.com dan Visi Media, Jakarta, 2009, hlm. 104.
[12] Iftida Yasar, op.cit., hlm. 4.
[13] Ibid., hlm. 5-6.
[14] Ibid., hlm. 6-8.
[15] Ibid., hlm. 9.
[16] Ibid., hlm. 9-11.
[17] Ibid. hlm. 11.
B.Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif dan Operasional, Bumi Aksara, Jakarta, 2003.
Bahder Johan Nasution, Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja, Mandar Maju, Bandung, 2004.
G.Kartasapoetra dkk, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Cetakan Kedua, Bina Aksara, Jakarta, 1988.
Iftida Yasar, Menyusun Perjanjian Kerja Bersama, Menciptakan Hubungan Industrial yang Harmonis Pengusaha-Pekerja, PPM, Jakarta, 2010.
Iman Sjahputra Tunggal, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo, Jakarta, 2007.
Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan, Bima Grafika, Jakarta, 1985.
Sekretariat Jenderal MPR RI, Persandingan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta, 2002.
Yoga Anggoro (Ed.), 53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja (Untuk Karyawan dan Perusahaan), hukumonline.com dan Visi Media, Jakarta, 2009.
Disampaikan dalam Acara Training
Advokasi Perburuhan Federasi Serikat Pekerja Pantai Utara (FSP
PANTURA) Tanggal 27 September 2009 di Wisma Dinas Kesehatan
Bandungan.
[1]
Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijaksanaan, Bima Grafika, Jakarta, 1985, hlm. 203.[2] Sekretariat Jenderal MPR RI, Persandingan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 48.
[3] B.Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif dan Operasional, Bumi Aksara, Jakarta, 2003, hlm. 3.
[4] Bahder Johan Nasution, Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja, Mandar Maju, Bandung, 2004, hlm. 21.
[5] G.Kartasapoetra dkk, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Cetakan Kedua, Bina Aksara, Jakarta, 1988, hlm. 13.
[6] Iman Sjahputra Tunggal, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo, Jakarta, 2007, hlm. 18.
[7] Ibid., hlm. 18.
[8] Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 45.
[9] Ibid., hlm. iv.
[10] Iftida Yasar, Menyusun Perjanjian Kerja Bersama, Menciptakan Hubungan Industrial yang Harmonis Pengusaha-Pekerja, PPM, Jakarta, 2010, hlm. 1.
[11] Yoga Anggoro (Ed.), 53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja (Untuk Karyawan dan Perusahaan), hukumonline.com dan Visi Media, Jakarta, 2009, hlm. 104.
[12] Iftida Yasar, op.cit., hlm. 4.
[13] Ibid., hlm. 5-6.
[14] Ibid., hlm. 6-8.
[15] Ibid., hlm. 9.
[16] Ibid., hlm. 9-11.
[17] Ibid. hlm. 11.
Undang-undang 13/2003
Pemenakertrans No. 28 tahun 2004