picture by flickr.com |
Dalam suatu hubungan
kerja, ada kalanya terjadi perbedaan kehendak antara perusahaan dan pekerja;
perbedaan pendapat, pandangan atau penafsiran ketentuan perundang-undangan atau
kebijakan perusahaan yang pada kahirnya menimbulkan perselisihan antara perusahaan
dan pekerja.
Dalam undang-undang
No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
dijelaskan bahwa Perselisihan Hubungan Insdustrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan
antarapengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karenaadanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Perselisihan
hubungan industrial dapat dibedakan menjadi perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan perselisihan antar
serikat pekerja.
Perselisihan
hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
Perselisihan
kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat
kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
Perselisihan
pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya
kesesuaianpendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh
salah satu pihak.
Perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam
satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan,
pelaksanaan hak, dan kewajiban serikat pekerja .
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Secara Bipartit
Setiap
perselisihan yang terjadi harus diupayakan penyelesaiannya melalui perundingan
bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam ketentuan
Undang-undang No. 2 tahun 2004, jika perundingan secara bipartit dimaksud tidak
juga mencapai kata sepakat dalam 30 hari semenjak dimulainya perundingan, atau
salah satu pihak menolak untuk berunding, maka perundingan dianggap gagal.
Dalam hal
perundingan secara bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat
mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang berwenang di bidang
ketenagakerjaan dengan melampirkan bukti-bukti bahwa perundingan secara
bipartit telah dilakukan dan tidak mencapai kata sepakat.
Setelah
pencatatan perselisihan, instansi yang berwenang akan menawarkan kepada para
pihak yang berselisih, untuk menyelesaikan perselisihan melalui konsoliasi atau
arbitase. Namun, jika dalam 7 hari kerja dari para pihak tidak ada jawaban,
maka instansi yang berwenang akan melimpahkan penyelesaian kepada mediator.
Penyelesaian
perselisihan melalui jalur konsiliasi dapat dilakukan untuk perselisihan
kepentingan, perselisihan PHK, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan. Sementara perselisihan melalui jalur arbitase dapat
dilakukan untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Jalur Mediasi
Penyelesaian
perselisihan melalui jalur mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di
setiap instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Selambat-lambatnya 7 hari sejak diterimanya surat permohonan mediasi, mediator
harus melakukan penelitian tentang duduk perkara yang diperselisihkan dan
segera melakukan sidang mediasi.
Jalur
mediasi dapat digunakan untuk penyelesaian perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan PHK dan Perselisihan antar serikat pekerja dalam satu
perusahaan.
Dalam hal
mediasi yang dilakukan mencapai kata sepakat, maka para pihak yang berselisih
membuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan
oleh mediator, serta mendaftarkan perjanjian tersebut ke pengadilan hubungan
industri untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Jika
mediasi yang dilakukan tidak menghasilkan kesepakatan dari para pihak yang
berselisih, maka mediator membuat anjuran tertulis yang harus sudah disampaikan
kepada para pihak paling lambat 10 hari kerja sejak sidang mediasi pertama
dilakukan. Anjuran tertulis ini isinya berupa saran-saran dari mediator kepada
para pihak terkait hal yang diperselisihkan dan sifatnya tidak berkekuatan
hukum tetap. Para pihak yang berselisih harus memberikan jawaban secara
tertulis menerima atau menolak anjuran tersebut. Pihak yang tidak memberikan
pendapatnya, maka dianggap menolak anjuran tersebut. Jika salah satu pihak atau
para pihak menolak anjuran tertulis, maka slah satu pihak atau para pihak dapat
melanjutkan penyelesaian perselisihan ke pengadilah hubungan indusri. Pengajuan
gugatan ke pengadilan hubungan industri dilakukan oleh salah satu pihak
yang berselisih.
Dalam hal
para pihak menerima anjuran tertulis, maka 3 hari kerja sejak anjuran tertulis
disetujui, pihak mediator harus sudah selesai membantu para pihak yang
berselisi membuat perjanjian bersama, untuk kemudian didaftarkan ke pengadilan
hubungan industri.
Sumber :
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
UU No. 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Sumber :
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
UU No. 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial