Sunday 14 February 2016

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Bipartit & Mediasi)

picture by flickr.com


Dalam suatu hubungan kerja, ada kalanya terjadi perbedaan kehendak antara perusahaan dan pekerja; perbedaan pendapat, pandangan atau penafsiran ketentuan perundang-undangan atau kebijakan perusahaan yang pada kahirnya menimbulkan perselisihan antara perusahaan dan pekerja.

Dalam undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dijelaskan bahwa Perselisihan Hubungan Insdustrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antarapengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karenaadanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Perselisihan hubungan industrial dapat dibedakan menjadi perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan perselisihan antar serikat pekerja.
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaianpendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban serikat pekerja .

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Secara Bipartit
Setiap perselisihan yang terjadi harus diupayakan penyelesaiannya melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam ketentuan Undang-undang No. 2 tahun 2004, jika perundingan secara bipartit dimaksud tidak juga mencapai kata sepakat dalam 30 hari semenjak dimulainya perundingan, atau salah satu pihak menolak untuk berunding, maka perundingan dianggap gagal.
Dalam hal perundingan secara bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan dengan melampirkan bukti-bukti bahwa perundingan secara bipartit telah dilakukan dan tidak mencapai kata sepakat.
Setelah pencatatan perselisihan, instansi yang berwenang akan menawarkan kepada para pihak yang berselisih, untuk menyelesaikan perselisihan melalui konsoliasi atau arbitase. Namun, jika dalam 7 hari kerja dari para pihak tidak ada jawaban, maka instansi yang berwenang akan melimpahkan penyelesaian kepada mediator.
Penyelesaian perselisihan melalui jalur konsiliasi dapat dilakukan untuk perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Sementara perselisihan melalui jalur arbitase dapat dilakukan untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Jalur Mediasi
Penyelesaian perselisihan melalui jalur mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Selambat-lambatnya 7 hari sejak diterimanya surat permohonan mediasi, mediator harus melakukan penelitian tentang duduk perkara yang diperselisihkan dan segera melakukan sidang mediasi.
Jalur mediasi dapat digunakan untuk penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan Perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.
Dalam hal mediasi yang dilakukan mencapai kata sepakat, maka para pihak yang berselisih membuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator, serta mendaftarkan perjanjian tersebut ke pengadilan hubungan industri untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Jika mediasi yang dilakukan tidak menghasilkan kesepakatan dari para pihak yang berselisih, maka mediator membuat anjuran tertulis yang harus sudah disampaikan kepada para pihak paling lambat 10 hari kerja sejak sidang mediasi pertama dilakukan. Anjuran tertulis ini isinya berupa saran-saran dari mediator kepada para pihak terkait hal yang diperselisihkan dan sifatnya tidak berkekuatan hukum tetap. Para pihak yang berselisih harus memberikan jawaban secara tertulis menerima atau menolak anjuran tersebut. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya, maka dianggap menolak anjuran tersebut. Jika salah satu pihak atau para pihak menolak anjuran tertulis, maka slah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke pengadilah hubungan indusri. Pengajuan gugatan ke pengadilan hubungan industri  dilakukan oleh salah satu pihak yang berselisih.
Dalam hal para pihak menerima anjuran tertulis, maka 3 hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, pihak mediator harus sudah selesai membantu para pihak yang berselisi membuat perjanjian bersama, untuk kemudian didaftarkan ke pengadilan hubungan industri.


Sumber :
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
UU No. 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial