Generasi Y atau Gen Y adalah generasi yang lahir antara tahun 1980 – 2000. Sebagian orang menilai
Gen Y sebagai generasi yang “berbeda”,
bahkan beberapa menganggap Gen Y sebagai “masalah” pada organisasi karena
kecenderungan yang rendah dalam hal disiplin, sopan santun, loyalitas, kutu
loncat, mudah bosan, egosentris dan ciri-ciri negatif lainnya. Jika hanya
menghakimi dengan tanpa paham dan mengenal siapa itu Gen Y, mungkin benar,
mereka terkesan hanya menjadi
"masalah” di organisasi. Padahal, jika kita berusaha memahami dan
melihat sisi lain dari Gen Y, meraka adalah potensi yang mungkin selama ini
tidak pernah ditemukan dalam organisasi.
Mau tidak mau, suka
tidak suka ini adalah saatnya bagi organisasi untuk menelisik lebih dalam,
mengenal, memahami juga menerima Gen Y dengan segala kekurangan dan
kelebihannya. Karena, dengan segera Gen Y lah yang akan mendominasi semua
lini di organisasi menggantikan generasi-generasi sebelumnya yaitu “Baby
Boomer” dan Gen “X”.
Lebih menyukai teknologi dari pada cara-cara yang manual,
segala sesuatunya harus “instan” dan penampilan yang santai dan casual adalah
ciri yang khas dari Gen Y. Mereka lahir di tengah pesatnya perkembangan
teknologi informasi dan media jejaring sosial yang berefek pada sensitifitas
dan reaktifitas mereka terhadap perubahan. Pada umumnya mereka adalah
orang-orang yang aktif dalam media sosial. Menjadikan mereka senang eksis dan unjuk
diri. Majalah Time menyebut sebagai “me me me generation”, karena sifat mereka
egosentris, yang berpusat pada diri sendiri
Dalam hal pekerjaan,
berbeda dengan generasi sebelumnya yang bekerja untuk menghidupi diri dan
keluarga, Gen Y bekerja untuk memenuhi
hasrat (passion) dalam dirinya. Tidak penting berapa pun gaji yang mereka
terima, selama pekerjaan sesuai dengan passion mereka.
Meskipun terkesan
dengan cara kerja yang santai, Gen Y
adalah orang-orang bekerja dengan mengandalkan kreativitas. Sehingga akan lebih
tepat jika mereka bekerja pada area-area yang memerlukan inovasi-inovasi baru,
atau pada area yang cara kerjanya memerlukan improvisasi dan inovasi.
Dengan sifat-sifat
yang dimiliki oleh Gen Y inilah, sehingga orang sering kali salah menilai
terhadap mereka. Kebanyakan menganggap Gen Y adalah orang-orang yang kurang
disiplin dan tidak mengikuti aturan. Padahal mereka adalah orang-orang yang
kreatif dan lebih senang bekerja dengan ide dan cara mereka sendiri. Mereka
juga dianggap orang-orang yang tidak pernah puas dan kurang bersyukur, dengan apa yang mereka dapat, sehingga mereka
sering berpindah-pindah pekerjaan untuk mengejar gaji dan benefit yang lebih tinggi. Padahal
kenyataannya mereka berpindah-pindah bukan karena masalah gaji atau benefit
yang kurang. Melainkan mereka sudah merasa stuck
dengan aktivitas pekerjaan mereka yang itu-itu saja. Mereka merasa ide-ide dan
kreativitas mereka kurang bisa tereksplorasi dengan maksimal di tempat mereka
bekerja. Kaitannya dengan hal ini, kita bisa ambil contoh perusahaan produk
internet raksasa Google dan Facebook. Kedua perusahaan ini sebagian besar
karyawannya adalah Gen Y. Rata-rata gaji untuk level fresh graduate adalah di kisaran
USD.2,500.-. Belum ditambah fasilitas dan benefit-benefit lainnya yang sudah
pasti membuat kita yang mendengar akan berkata “WooooooooW”. Tapi mengapa, turn
over karyawan di dua perusahaan ini termasuk tinggi? Apa yang kurang dari
mereka. Padahal gaji dan benefit yang mereka dapat adalah apa yang kebanyakan
orang idamkan.
Mungkin untuk menjawab
pertanyaan ini, kita bisa temukan dari kisah seorang mantan Karyawan Google
bernama “Arman Assadi”. Tidak banyak diantara kita yang tahu siapa itu Arman
Assadi. Dia adalah owner dari Assadi Media, LLC. Dia juga adalah
solopreneurship dan penulis di ArmanAssadi.com, konsultan untuk beberapa serial
media enterpreneurs dan penulis terlaris New York Times, kontributor situs
global dan pendidik online.
Alasan mengapa Assadi
meninggalkan Google adalah karena tantangan dalam dirinya untuk meninggalkan
posisi nyaman seorang karyawan Google dan menjadi seorang entepreneur. Pada
awalnya Assadi dipenuhi dengan kecemasan, ketakutan, keraguan dan pertanyaan
akan keputusannya ini. Namun seiring dengan waktu akhirnya dia temukan bahwa
dia ternyata telah lebih dari sekedar cukup memiliki potensi-potensi yang dia
butuhkan untuk menjadi seorang enterpreneur.
Secara sederhana, kita
dapat simpulkan bahwa alasan Arman Assadi keluar dari Google adalah karena
“Tantangan”. Dia merasa apa yang di kerjakan selama menjadi karyawan Google
kurang memberikan tantangan baginya. Itulah sebabnya dia mencari tantangan di
luar melalui apa yang menjadi passionnya selama ini yaitu menjadi seorang
enterpreneur.
Arman Assadi Owner Asadi Media, LLC |
Menarik pelajaran dari
cerita di atas, bahwa sebenarnya yang dbutuhkan Gen Y adalah
tantangan, bukan hanya gaji dan benefit saja. Berikan mereka ruang untuk
mengeksploitasi kreatifitas dan ide-ide mereka. Karena sebenarnya disitulah
hidup mereka, bukan pada gaji yang mereka terima. Biarkan mereka untuk bekerja
menurut gaya mereka, tanpa harus didikte mengikuti dogma-dogma lama, beri
mereka kepercayaan untuk mencapai target, beri lagi, lagi dan lagi, karena itu
lah tantangan bagi mereka yang akan membuat hidup mereka terasa lebih bewarna.
Dunia terus berubah,
juga sudah saatnya bagi setiap organisasi untuk merubah cara-cara lama
mengikuti alur perjalanan waktu dan pergantian generasi. Mengganti pola
kepemimpinan, mengganti budaya organisasi jika perlu. Karena inilah jaman
dimana bukan yang kuat yang bisa bertahan, melainkan yang bisa mengikuti
perubahanlah yang bisa bertahan dan menang.
"Gen Y,
They born to be
fighter, so let them fight.
They born to be
inovator, so let them inovate.
They born to be
challenger, so give them challenge.
They born to be free,
so release them.
There is nothing can
make them statisfy but their passion, so let them live with their passion.
Finally, Let them
achieving your vision and mission with their own way".
(Quotes By D 1 KA)