Thursday 31 March 2016

Boss, We’re Generation Y - Need More Than Just Salary and Benefit

Generasi Y atau Gen Y adalah generasi yang lahir antara tahun 1980 – 2000. Sebagian orang menilai Gen Y sebagai generasi yang “berbeda”,  bahkan beberapa menganggap  Gen Y  sebagai  “masalah” pada organisasi karena kecenderungan yang rendah dalam hal disiplin, sopan santun, loyalitas, kutu loncat, mudah bosan, egosentris dan ciri-ciri negatif lainnya. Jika hanya menghakimi dengan tanpa paham dan mengenal siapa itu Gen Y, mungkin benar, mereka terkesan hanya menjadi  "masalah” di organisasi. Padahal, jika kita berusaha memahami dan melihat sisi lain dari Gen Y, meraka adalah potensi yang mungkin selama ini tidak pernah ditemukan dalam organisasi.

Mau tidak mau, suka tidak suka ini adalah saatnya bagi organisasi untuk menelisik lebih dalam, mengenal, memahami juga menerima Gen Y dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Karena, dengan segera Gen Y lah yang akan mendominasi semua lini di organisasi menggantikan generasi-generasi sebelumnya yaitu “Baby Boomer” dan Gen “X”.
Lebih menyukai  teknologi dari pada cara-cara yang manual, segala sesuatunya harus “instan” dan penampilan yang santai dan casual adalah ciri yang khas dari Gen Y. Mereka lahir di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan media jejaring sosial yang berefek pada sensitifitas dan reaktifitas mereka terhadap perubahan. Pada umumnya mereka adalah orang-orang yang aktif dalam media sosial. Menjadikan mereka senang eksis dan unjuk diri. Majalah Time menyebut sebagai “me me me generation”, karena sifat mereka egosentris, yang berpusat pada diri sendiri
Dalam hal pekerjaan, berbeda dengan generasi sebelumnya yang bekerja untuk menghidupi diri dan keluarga,  Gen Y bekerja untuk memenuhi hasrat (passion) dalam dirinya. Tidak penting berapa pun gaji yang mereka terima, selama pekerjaan sesuai dengan passion mereka.
Meskipun terkesan dengan cara kerja yang santai,  Gen Y adalah orang-orang bekerja dengan mengandalkan kreativitas. Sehingga akan lebih tepat jika mereka bekerja pada area-area yang memerlukan inovasi-inovasi baru, atau pada area yang cara kerjanya memerlukan improvisasi dan inovasi.
Dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh Gen Y inilah, sehingga orang sering kali salah menilai terhadap mereka. Kebanyakan menganggap Gen Y adalah orang-orang yang kurang disiplin dan tidak mengikuti aturan. Padahal mereka adalah orang-orang yang kreatif dan lebih senang bekerja dengan ide dan cara mereka sendiri. Mereka juga dianggap orang-orang yang tidak pernah puas dan kurang bersyukur,  dengan apa yang mereka dapat, sehingga mereka sering berpindah-pindah pekerjaan untuk mengejar gaji  dan benefit yang lebih tinggi. Padahal kenyataannya mereka berpindah-pindah bukan karena masalah gaji atau benefit yang kurang. Melainkan mereka sudah merasa stuck dengan aktivitas pekerjaan mereka yang itu-itu saja. Mereka merasa ide-ide dan kreativitas mereka kurang bisa tereksplorasi dengan maksimal di tempat mereka bekerja. Kaitannya dengan hal ini, kita bisa ambil contoh perusahaan produk internet raksasa Google dan Facebook. Kedua perusahaan ini sebagian besar karyawannya adalah Gen Y. Rata-rata gaji untuk  level fresh graduate adalah di kisaran USD.2,500.-. Belum ditambah fasilitas dan benefit-benefit lainnya yang sudah pasti membuat kita yang mendengar akan berkata “WooooooooW”. Tapi mengapa, turn over karyawan di dua perusahaan ini termasuk tinggi? Apa yang kurang dari mereka. Padahal gaji dan benefit yang mereka dapat adalah apa yang kebanyakan orang idamkan.
Mungkin untuk menjawab pertanyaan ini, kita bisa temukan dari kisah seorang mantan Karyawan Google bernama “Arman Assadi”. Tidak banyak diantara kita yang tahu siapa itu Arman Assadi. Dia adalah owner dari Assadi Media, LLC. Dia juga adalah solopreneurship dan penulis di ArmanAssadi.com, konsultan untuk beberapa serial media enterpreneurs dan penulis terlaris New York Times, kontributor situs global dan pendidik online.
Alasan mengapa Assadi meninggalkan Google adalah karena tantangan dalam dirinya untuk meninggalkan posisi nyaman seorang karyawan Google dan menjadi seorang entepreneur. Pada awalnya Assadi dipenuhi dengan kecemasan, ketakutan, keraguan dan pertanyaan akan keputusannya ini. Namun seiring dengan waktu akhirnya dia temukan bahwa dia ternyata telah lebih dari sekedar cukup memiliki potensi-potensi yang dia butuhkan untuk menjadi seorang enterpreneur.
Arman Assadi Owner Asadi Media, LLC

Secara sederhana, kita dapat simpulkan bahwa alasan Arman Assadi keluar dari Google adalah karena “Tantangan”. Dia merasa apa yang di kerjakan selama menjadi karyawan Google kurang memberikan tantangan baginya. Itulah sebabnya dia mencari tantangan di luar melalui apa yang menjadi passionnya selama ini yaitu menjadi seorang enterpreneur.
Menarik pelajaran dari cerita di atas, bahwa sebenarnya yang dbutuhkan Gen Y adalah tantangan, bukan hanya gaji dan benefit saja. Berikan mereka ruang untuk mengeksploitasi kreatifitas dan ide-ide mereka. Karena sebenarnya disitulah hidup mereka, bukan pada gaji yang mereka terima. Biarkan mereka untuk bekerja menurut gaya mereka, tanpa harus didikte mengikuti dogma-dogma lama, beri mereka kepercayaan untuk mencapai target, beri lagi, lagi dan lagi, karena itu lah tantangan bagi mereka yang akan membuat hidup mereka terasa lebih bewarna.
Dunia terus berubah, juga sudah saatnya bagi setiap organisasi untuk merubah cara-cara lama mengikuti alur perjalanan waktu dan pergantian generasi. Mengganti pola kepemimpinan, mengganti budaya organisasi jika perlu. Karena inilah jaman dimana bukan yang kuat yang bisa bertahan, melainkan yang bisa mengikuti perubahanlah yang bisa bertahan dan menang.
"Gen Y,
They born to be fighter, so let them fight.
They born to be inovator, so let them inovate.
They born to be challenger, so give them challenge.
They born to be free, so release them.
There is nothing can make them statisfy but their passion, so let them live with their passion.
Finally, Let them achieving your vision and mission with their own way".
(Quotes By D 1 KA)