Wednesday 9 March 2016

Mogok Kerja (Strike)



Picture by flickr.com
Dalam teori gerakan buruh, mogok kerja (strike) merupakan sarana yang digunakan oleh pekerja/buruh untuk menghadapi majikannya. Mogok kerja (strike) berdasarkan pemicunya dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :


  • Economic Strike

Tindakan pemogokan yang dipicu oleh faktor keinginan menaikkan upah.

  • Unfair Labour Practice Strike

Tindakan pemogokan yang dipicu oleh sikap protes atas tindakan sewenang-wenang perusahaan. Misalnya karena ada tindakan menghalangi karyawan menjadi anggota serikat buruh, kebijakan diskriminatif, dan lain sebagainya.

  • Smphathetics Strikes

Tindak pemogokan bukan karena alasan protes terhadap perusahaan sendiri, melainkan karena dukungan atas aksi mogok buruh di perusahaan lain.

  • General Strike

Tindak pemogokan yang merupakan perluasan dari Sympathetics Strike karena melibatkan seluruh atau sebagian besar anggota di dalam suatu kelompok atau wilayah tertentu 

  • Outlaw Strike

Tindak pemogokan yang dijalankan tanpa instruksi dari serikat buruh selaku pemegang kuasa kebijakan

  • Flash Strike of Quickie

Tindak pemogokan yang didorong oleh anggota tertentu dari serikat buruh dan kadang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Tindakan ini termasuk pemogokan liar.

Dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 point 23 disebutkan bahwa Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.
Dari penjelasan diatas, jelas bahwa mogok kerja hanya dapat dilakukan oleh pekerja/buruh secara bersama-sama (tidak bisa dilakukan secara perorangan) dan terencana dalam arti ;

  • Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

  • Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
  1. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja; 
  2. tempat mogok kerja; 
  3. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan 
  4. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja. 
  5. Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.

Tindakan yang biasa dilakukan dalam mogok kerja yaitu menghentikan sama sekali  atau memperlambat pekerjaan. Dalam beberapa kasus terjadi juga mogok kerja yang dilakukan para pekerja/buruh dengan tetap melakukan pekerjaan, tetapi mereka menempel badge betuliskan strike atau badge bewarna hitam di lengan kiri atau melingkar di kepala sebagai bentuk protes terhadap manajemen. Namun, aksi mogok kerja semacam ini sangat jarang sekali kita temukan.
Dalam Pasal 137 UU 13/2003 juga disebutkan bahwa Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Jadi, selain harus memenuhi ketentuan terencana tersebut diatas, mogok kerja juga harus dilakukan secara

  • sah yaitu mengikuti prosedur dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  • tertib dan damai, tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum, dan/atau mengancam keselamatan jiwa dan harta benda milik perusahaan atau pengusaha atau orang lain atau milik masyarakat.
  • Sebagai akibat gagalnya perundingan, yaitu bahwa perselisihan telah diupayakan penyelesaiannya melalui perundingan namun tidak tercapainya kesepakatan atau perundingan mengalami jalan buntu yang dinyatakan dalam risalah perundingan oleh para pihak, atau disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan, meskipun serikat pekerja/serikat buruh telah mengajukan permintaan berunding secara tertulis sebanyak 2 kali dalam tempo 14 hari kerja.

Dalam hal mogok kerja yang dilakukan secara sah, siapapun dilarang :

  • menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk mengguna kan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.
  • melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terhadap para pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengusaha dilarang :

  • mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
  • memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.

Mogok kerja dapat dinyatakan sebagai mogok kerja yang tidak sah. sebagaimana dijelaskan dalam Kepmenakertrans No. 232 Tahun 2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah, bahwa Mogok kerja tidak sah apabila dilakukan; 

  • bukan akibat gagalnya perundingan; dan/atau
  • tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan ; dan/atau
  • dengan pemberitahuan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan/atau
  • isi pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c, dan d Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
  • Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas dikualifikasikan sebagai mogok kerja yang tidak sah.

Adapun akibat dari mogok kerja yang tidak sah adalah dikualifikasikan sebagai mangkir. dalam hal ini, pengusaha akan melakukan pemanggilan untuk kembali bekerja bagi pelaku mogok sebanyak 2 kali berturut-turut, jeda panggilan pertama dan kedua adalah 3 hari kerja dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis. Pekerja/buruh yang tidak memenuhi panggilan tersebut, maka dianggap mengundurkan diri. Begitu juga, mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas dikualifikasikan sebagai mangkir.
Pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah. Namun, jika tuntutannya bukan termasuk hak normatif, meskipun mogok kerja dilakukan secara sah, maka pengusaha tidak wajib membayarkan upah kepada pekerja/buruh yang mogok kerja.

Adapun kewajiban pemerintah, dalam hal ini Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan jika terjadi mogok kerja adalah :



  • memberikan tanda terima surat pemberitahuan mogok kerja 
  • Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih. 
  • Dalam hal perundingan menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi. 
  • Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
 

Sumber :
Undang-undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Kepmenakertrans No. 232 Tahun 2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor31 Tahun2008 Tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit