![]() |
picture by flickr.com |
Dalam hubungan kerja
seyogyanya terjadi interaksi mutualisme dan kemitraan yang baik antara perusahaan
dan pekerja yang tentunya hal ini akan menguntungkan kedua belah pihak serta
menjadi sarana untuk mencapai tujuan para pihak, yaitu profit dan perkembangan
usaha bagi perusahaan, kesejahteraan pekerja beserta keluarganya bagi pekerja.
Kondisi tersebut dapat tercapai
melalui komunikasi yang baik dan intensif dari perusahaan terhadap pekerja,
maupun sebaliknya dari pekerja terhadap perusahaan. Serta adanya sikap saling
memahami antara perusahaan dan pekerja.
Adalah hal yang manusiawi
jika seorang pekerja mengharapkan upah yang layak bagi kesejahteraan hidupnya
beserta keluarganya dan mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan nilai-nilai
moral, kesusilaan dan kemanusiaan dari perusahaan.
Juga merupakan hal yang
wajar jika perusahaan mengharapkan timbal balik berupa hasil dan peforma kerja
yang optimal, produktivitas yang tinggi atas upah, benefit dan kompensasi yang
diberikan perusahaan kepada para pekerjanya.
Untuk tujuan itu perusahaan membuat
dan menerapkan berbagai kebijakan-kebijakan yang idelanya kebijakan-kebijakan
itu dibuat secara seimbang dalam mengatur dan sebagai acuan baik bagi perusahaan
maupun pekerja dalam menjalankan wewenang, tugas serta tanggung jawab
masing-masing pihak.
Namun pada kenyataannya sering
kali kita temukan perusahaan-perusahaan yang bersikap tidak mencerminkan
menjunjung nilai-nilai moral, kesusilaan dan kemanusiaan terhadap pekerjanya, melainkan
memperlakukan pekerjanya dengan perlakuan yang buruk. Perlakuan ini dapat
berupa pengupahan atau jam kerja yang tidak sesuai dengan kertentuan; sikap
pengusaha atau atasan yang semena-mena seperti membentak, menghina dengan kasar,
mengancam, dsb; atau perusahaan memberikan pekerjaan diluar dari yang
diperjanjikan atau membahayakan jiwa, keselamatan dan kesehatan pekerja.
Dengan kondisi tersebut
tentunya membuat para pekerja menjadi frustasi. Mereka tidak betah lebih lama
lagi bekerja dan memilih untuk resign. Secara undang-undang, jika pekerja
resign/mengundurkan diri atas kemauan sendiri, pada dasarnya tidak mendapatkan
kompensasi apapun baik itu berupa pesangon ataupun uang penghargaan masa kerja,
kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama.
Namun, kebijakan seperti ini sangat
jarang kita temukan.
Perlakuan buruk terhadap
pekerja sebenarnya sudah diantisipasi melalui ketentuan-ketentuan dalam
undang-undang ketenagakerjaan. Salah satunya adalah pada pasal 86 (1) Bahwa
setiap pekerja pekerja/buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan
dan kesehatan kerja;
b. moral dan
kesusilaan; dan
c. perlakuan
yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Namun, jika hak perlindungan
tersebut diatas tidak bisa didapat oleh pekerja, salah satu langkah yang dapat
ditempuh adalah dengan mengajukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja ) sesuai dengan
ketentuan Pasal 169 (1) UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu :
“Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan
pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut :
- menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
- membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
- tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;
- tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh;
- memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
- memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja”.
Adapun kompensasi yang didapat keperja adalah meliputi
2 kali pesangon, 1 kali penghargaan masa kerja dan uang pengantian hak.
Sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 169 (2) UU No. 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan :
“Pemutusan hubungan kerja dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon
2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4)”.
Adapun ketentuan besaran
pesangon, penghargaan masa kerja dan Uang penggantian hak sebagaimana Pasal 156 UU No. 13/2003 tentang
ketenagakerjaan adalah sebagai berikut :
1. Pesangon
- masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
- masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
- masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
- masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
- masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
- masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
- masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
- masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
- masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
2. Penghargaan Masa Kerja
- masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
- masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
- masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
- masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
- masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
- masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
- masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
- masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.
3. Uang penggantian hak meliputi :
- cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
- biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
- penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
- hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Catatan : ketentuan tersebut
di atas hanya berlaku bagi pekerja dengan status PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu
Tidak Tertentu).
Yang perlu diperhatikan
dalam hal ini adalah agar berhati-hati dan tidak bersikap gegabah dalam
mengajukan permohonan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Karena jika ternyata perusahaan
tidak terbukti melakukan tindakan buruk terhadap pekerja sebagaimana dalam
pasal 169 (1), maka konsekuensianya pekerja dapat di PHK tanpa penetapan
Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan tanpa kompensasi.
Seperti disebutkan dalam Pasal 169 (3) UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan:
“Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial maka pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang
pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3)”.
Untuk itu, pastikan semua
perlakuan buruh dimaksud dilengkapi dengan bukti-bukti yang diperkuat oleh para
saksi. Jika perlu konsultasikan keluhan kepada serikat pekerja/serikat buruh
agar mendapatkan dukungan ketika berhadapan dengan pihak perusahaan.
Hal lainnya yang dapat dilakukan
adalah sampaikan keluhan kepada atasan langsung untuk kemudian dibahas di
Lembaga Bipartit perusahaan. Dengan harapan, masalah-masalah yang selama ini
terjadi dibicarakan secara bersama-sama antara pekerja dan manajemen
perusahaan, untuk kemudian dicari jalan penyelesaiannya. Sehingga kedepannya
ada perubahan ke arah yang lebih baik, dan pekerja bisa lebih betah serta PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja) dapat dihindari.