Tuesday 15 December 2015

Hak Dasar Pekerja



Sebagai seorang pekerja, sudah sewajarnya tahu dan paham apa yang menjadi hak serta kewajibannya di perusahaan tempat dia bekerja, karena semuanya itu sudah diatur dalam peraturan perundangan-undangan. Kurangnya pemahaman para pekerja akan peraturan perundangan berpotensi menimbulkan banyaknya hak-hak pekerja yang terabaikan. Berikut adalah penjelasan mengenai hak-hak pekerja yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

 HAK DALAM HUBUNGAN KERJA 
  • Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
  1. Keselamatan dan kesehatan kerja; 
  2. Moral dan kesusilaan;dan 
  3. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan nilai-nilai   agama.
  • Setiap pekerja berhak untuk memperoleh, meningkatkan dan mengembangkan potensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. 
  • Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja.

HAK ATAS K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) DAN JAMINAN SOSIAL
  • Setiap pekerja berhak mendapatkan jaminan Keselamatan dan kesehatan kerja.
  • Setiap pekerja berhak meminta kepada pengusaha untuk dilaksanakannya    semua  Syarat-syarat Keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja;
  • Setiap pekerja berhak untuk menyatakan keberatan pada pekerjaannya, jika menurut pekerja tersebut terdapat keraguan pada pada syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
  • Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk menjadi anggota dan mendapatkan fasilitas Jaminan Sosial Tenaga Kerja/BPJS
  • Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh fasilitas jaminan sosial tenaga kerja yang meliputi : 
  1. Jaminan Kecelakaan Kerja;  
  2. Jaminan kematian;
  3. Jaminan Hari Tua; 
  4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

HAK ATAS PERLINDUNGAN UPAH 
  • Setiap pekerja berhak untuk memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan 
  • Upah minimum berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. 
  • Dalam menetapkan upah, tidak dibenarkan adanya diskriminatif antara pekerja laki-laki dan peremuan untuk pekerjaan yang nilainya sama. 
  • Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sakit berdasarkan Surat Keterangan Dokter 
  • Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja, Jika pekerja tidak masuk bekerja karena hal-hal sebagaimana dimaksud dan ketentuan dibawah ini : 
  1. Pekerja menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;  
  2. Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; 
  3. Menghitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari 
  4. membabtiskan anak, dibayar untuk selama 2 (dua) hari 
  5. Isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari  
  6. Suami/Isteri, Orang tua/Mertua atau anak/menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari 
  7. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1hari
  • Pengusaha wajib membayar upah yang biasa dibayarkan kepada pekerja yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban negara, jika dalam menjalankan pekerjaan tersebut pekerja tidak mendapatkan upah atau tunjangan lainnya dari pemerintah tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun. 
  • Pengusaha wajib membayar upah yang biasa dibayarkan kepada pekerja yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban negara, jika dalam menjalankan pekerjaan tersebut pekerja tidak mendapatkan upah atau tunjangan lainnya dari pemerintah tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun. 
  • Pengusaha wajib untuk tetap membayar upah kepada pekerja yang tidak dapat  menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukan, tetapi tidak melebihi 3 (tiga) bulan. 
  • Pengusaha wajib untuk membayar upah kepada pekerja yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, akan tetapi pengusaha tidak mempekerjakan baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha. 
  • Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari hari dimana seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah 5% (lima persen) untuk tiap hari keterlambatan. Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1% (satu persen) untuk tiap hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan. 
  • Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan      peraturanperundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja  merupakan utang yang harus didahulukan pembayarannya.
 
HAK ATAS PEMBATASAN WAKTU KERJA, ISTIRAHAT, CUTI DAN LIBUR 
  • Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja sebagaimana berikut :    
  1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6  (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau 
  2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima)  hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
  • Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat :    
  1. ada persetujuan pekerja yang bersangkutan;   
  2. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
  • Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja wajib membayar upah    kerja lembur. 
  • Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja, yang meliputi : 
  1. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja  selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; 
  2.  istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)  minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;  
  3. cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;  
  4.  istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun (khusus bidang usaha tertentu)
  • Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
 HAK UNTUK MENYUSUN PKB BERSAMA PENGUSAHA 
  • Serikat pekerja/Serikat buruh, federasi dan konfederasi Serikat pekerja/Serikat buruh yang mempunyai nomor bukti pencatatan berhak untuk Membuat Perjanjian Kerja Bersama dengan Pengusaha yang dilaksanakan secara musyawarah. 
  • Yang dimuat dalam perjanjian kerja bersama sekurang-kurangnya : 
  1.   hak dan kewajiban pengusaha; 
  2.  hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja; 
  3. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; 
  4. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.

HAK MOGOK KERJA 
  • Mogok kerja adalah hak dasar pekerja dan serikat pekerja/serikat buruh yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. 
  • Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai. 
  • Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
  • Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan, pengusaha dilarang : 
  1.  mengganti pekerja yang mogok kerja dengan pekerja lain dari luar perusahaan; 
  2. atau memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.
  • Dalam hal pekerja yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja berhak mendapatkan upah.
HAK UNTUK PEKERJA PEREMPUAN 
  • Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun antara pukul 23.00 s.d. 07.00. 
  • Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00. 
  • Bagi pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00 berkewajiban : 
  1.   memberikan makanan dan minuman bergizi;    
  2.  menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
  • Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 05.00. 
  • Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja              perempuan dengan alasan menikah, hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya. 
  • Pekerja perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. 
  • Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum melahirkan dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. 
  • Pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh        istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. 
  • Pekerja perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

HAK MENDAPAT PERLINDUNGAN ATAS TINDAKAN PHK 
  • Pengusaha, pekerja, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. 
  • Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja apabila pekerja yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. 
  • Dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. 
  • Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. 
  • Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan tersebut berupa tindakan skorsing kepada pekerja yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja.  
  • Upah skorsing sebagaimana dimaksud adalah maksimum selama 6 (enam) bulan.  
  • Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja karena alasan : 
  1. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus; 
  2. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban  terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 
  3.  Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; 
  4.  Pekerja menikah;p
  5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
  6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian  kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama.
  7. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; 
  8. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan; 
  9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; 
  10. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.


Sumber : 
Undang-undang No. 13 Tahun 2003
Undang-undang No. 21 Tahun 2000
Undang-undang No. 1   Tahun 1970
Kepres No. 33 Tahun 1993
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993
Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015
Permenaker No. 4 Tahun 1993
Permenaker No. 1 Tahun 1998